Kreatifitas Diambang Batas
Sebenarnya saya enggan tuk menulis saat ini, tau sendirilah... Ketika seseorang sedang dilanda kasmaran, yang terlintas dikepalanya selalu tak jauh dari ungkapan cinta melulu, aku sadar sekali hal itu, bahkan Mbah Einstein dulu pernah bersabda "Gravitation cannot be held responsible for people falling in love". Bahkan hingga saat ini pun belum terlintas ide mau nulis apa? Tapi apa boleh buat, para penggemarku tak bisa bersabar menunggu kelanjutan kisahku. Tapi... Ah, jangankan memikirkan ide, memikirkan kenapa mereka mengidolakanku saja sudah cukup membuatku bingung. Jawaban yang paling logis sih karena semua tulisanku itu sifatnya open source, gratis, dan terintegrasi langsung dengan server dan database admin.
Diantara pembaca sekalian, mungkin tidak begitu banyak yang menyukai fisika sehingga enggan untuk mempelajarinya, tapi bila kita bisa menemukan keterkaitan antara fisika dengan disiplin ilmu lainnya, saya yakin, yang tidak menarik bisa berbalik menjadi sangat menarik. Coba tengok hukum Newton I yang berbunyi "Suatu benda cenderung diam atau bergerak dengan kecepatan tetap kecuali jika ada gaya luar yang bekerja". Kalau ditelusuri, agak mirip mungkin dengan terjemah dari Surat Al Ashr ayat 7 yang kira-kira artinya kalau manusia itu diam, dia akan rugi, karena waktu tidak akan pernah menunggu kita. Itu merupakan sedikit keterkaitan dari penerapan ilmu fisika dan agama, lalu apa kaitannya dengan psikologi? nanti saya jelaskan.
Oh iya... Baru-baru ini aku telah merayakan ulang tahunku yang ke-23, itu berarti usiaku telah mencapai 8.401 hari atau 201.624 jam. Jika diasumsikan sehari aku buang air besar 1 hingga 2 kali per hari, itu artinya ada sekitar 12.000-an kali aku bolak-balik ke toilet. Wow... Angka yang fantastis, itu belum termasuk berapa kilogram kotoran yang bisa dihasilkan dalam kurun waktu 23 tahun itu, dan belum pula dikalkulasikan berapa Rp/kg yang dihasilkan setelah dikurangi penyusutan dan biaya proses pembuatan pupuk. Maka tidak menutup kemungkinan, hanya dengan kotoran penduduk Indonesia selama 23 tahun sudah cukup untuk membayar 1/4 hutang negara yang konon untuk awal tahun 2010 mencapai Rp 1.878 triliun, sedangkan sisanya bisa didapat dari kotoran sapi, induknya sapi, anaknya sapi, dan sepupu-sepupunya sapi. Bayangkan, betapa hebatnya negeri kita yang bisa melunasi hutang negara hanya dengan kotoran dari penduduknya.
Itu cuma intermezzo saja, yang jadi pertanyaan dalam ruang imajinasiku dan cukup membuatku cengar-cengir sendirian, yaitu apa jadinya jika closset yang setiap hari kita sirami dan dipupuki itu tumbuh membesar bahkan berkembang biak... Pasti sungguh mengerikan!!!
Aku jadi teringat pada kisah seorang teman, maaf demi menjaga nama baiknya, nama dan alamatnya kami rahasian. Waktu itu Jakarta diguyur hujan lebat yang menyebabkan jalanan terendam air, maka tak heran bila mendapati ikan-ikan kecil berseliweran pada genangan air di jalanan. Ketika sedang bermain genangan air itulah, anak dari temanku yang nama dan alamatnya kami rahasiakan demi menjaga nama baiknya itu menangkap dan membawa pulang beberapa ikan kecil dan kura-kura hasil tangkapannya. Karena di rumahnya tak memiliki akuarium, anakan ikan yang ternyata lele itu diletakkan begitu saja di dalam genangang air closset, sedangkan kura-kuranya dibuang. Kenapa dibuang? Ini akan saya jelaskan nanti.
Entah disengaja atau tidak, ikan-ikan kecil itu terdorong oleh air bertekanan tinggi lalu masuk kedalam blackhole, terperangkap dalam ruang dan waktu hingga akhirnya terpuruk dalam ruang gelap bernama septic tank yang kebetulan merupakan surga makanan bagi sang ikan. Demi mempersingkat waktu tak perlulah kuceritakan apa yang terjadi pada ikan kecil hasil tangkapan dari anak temanku yang nama dan alamatnya kami rahasiakan demi menjaga nama baiknya itu karena tak ada yang tau kabar dan pengalaman hidup sang ikan. Bahkan dari semua penghuni rumah tak ada yang sempat bertegur sapa dengan si ikan sejak kejadian itu.
Waktu berlalu hari berganti, tak terasa 3 tahun berselang semenjak kejadian itu. Disuatu malam, anak dari temanku yang nama dan alamatnya kami rahasiakan demi menjaga nama baiknya itu berhasrat pengin buang hajat. Setelah beberapa saat nongkrong, dia pun mengurungkan kembali niatnya demi mendengan suara-suara aneh dari arah bawah singgasana jongkoknya. Usut punya usut, setelah dilakukan penyedotan oleh ahlinya, ditemukan sedikitnya 1,5 drum lele berukuran super berwarna agak kepucatan, mungkin ini disebabkan kekurangn cahaya matahari. Karena tak ada tetangga yang bersedia menjadikannya lauk, akhirnya ikan-ikan itu terpajang di pasar dengan harga yang benar-benar miring. Untung lele, bukan kura-kura, bisa jadi fenomena Kura-Kura Tinja nih seperti dalam serial kartun Teenage Mutant Ninja Turtles.
Lalu bayangkan seandainya disetiap rumah memelihara lele di septic tanknya, mungkin dalam beberapa tahun kedepan negeri kita ini telah menjadi pengekspor lele terbesar di dunia. Mungkin kalian akan bertanya-tanya, negara mana yang mau menerima, tapi tenang saja, ikan-ikan itu akan laku keras bila dijual di pasar-pasar negara Somalia, Zimbabwe, Malawi, Comoros, Congo, Barundi, ataupun Timor-Timur yang konon tersohor karena saking miskinnya. Dan bila diolah oleh ahlinya, bisa jadi harganya melampaui kopi dari kotoran luwak yang harga per kilonya mencapai £140-£700. And this is it lele asam manis ala chef Farah Quenn.
Sudah cukup ngelanturnya, mari kembali kebahasan awal. Dari sisi psikologi, teman-teman pasti setuju jika suatu masalah tidak akan selesai hanya dengan mendiamkannya. Semakin giat kita bertindak menuntaskan sedikit demi sedikit masalah yang membukit, maka ide akan terbit dan kreatifitas kita pun bangkit, berjalan lancar tanpa rasa sembelit. Mungkin itulah alasan mengapa saya lebih menyukai Sherlock Holmes dibanding Hercule Poirot. Sherlock Holmes lebih mengutamakan aktivitas lapangan dari pada Hercule Poirot yang memuja kursi malas dalam mengaktifkan sel abu-abunya.
Sebenarnya saya lebih menyukai hukum Newton III yang F.aksi = - F.reaksi dan Gravitasi, karena ini bisa dikaitkan dengan cinta dan rasa ketertarikan, mungkin suatu saat kubisa menuliskannya. Oke, kalau semua telah sepakat, mari kita satukan tekad, merubah nasib menjadi lebih baik lagi. Karena tak kan ada yang bisa merubah nasib kita selain kita sendiri. Merdeka...!!!
Diantara pembaca sekalian, mungkin tidak begitu banyak yang menyukai fisika sehingga enggan untuk mempelajarinya, tapi bila kita bisa menemukan keterkaitan antara fisika dengan disiplin ilmu lainnya, saya yakin, yang tidak menarik bisa berbalik menjadi sangat menarik. Coba tengok hukum Newton I yang berbunyi "Suatu benda cenderung diam atau bergerak dengan kecepatan tetap kecuali jika ada gaya luar yang bekerja". Kalau ditelusuri, agak mirip mungkin dengan terjemah dari Surat Al Ashr ayat 7 yang kira-kira artinya kalau manusia itu diam, dia akan rugi, karena waktu tidak akan pernah menunggu kita. Itu merupakan sedikit keterkaitan dari penerapan ilmu fisika dan agama, lalu apa kaitannya dengan psikologi? nanti saya jelaskan.
Oh iya... Baru-baru ini aku telah merayakan ulang tahunku yang ke-23, itu berarti usiaku telah mencapai 8.401 hari atau 201.624 jam. Jika diasumsikan sehari aku buang air besar 1 hingga 2 kali per hari, itu artinya ada sekitar 12.000-an kali aku bolak-balik ke toilet. Wow... Angka yang fantastis, itu belum termasuk berapa kilogram kotoran yang bisa dihasilkan dalam kurun waktu 23 tahun itu, dan belum pula dikalkulasikan berapa Rp/kg yang dihasilkan setelah dikurangi penyusutan dan biaya proses pembuatan pupuk. Maka tidak menutup kemungkinan, hanya dengan kotoran penduduk Indonesia selama 23 tahun sudah cukup untuk membayar 1/4 hutang negara yang konon untuk awal tahun 2010 mencapai Rp 1.878 triliun, sedangkan sisanya bisa didapat dari kotoran sapi, induknya sapi, anaknya sapi, dan sepupu-sepupunya sapi. Bayangkan, betapa hebatnya negeri kita yang bisa melunasi hutang negara hanya dengan kotoran dari penduduknya.
Itu cuma intermezzo saja, yang jadi pertanyaan dalam ruang imajinasiku dan cukup membuatku cengar-cengir sendirian, yaitu apa jadinya jika closset yang setiap hari kita sirami dan dipupuki itu tumbuh membesar bahkan berkembang biak... Pasti sungguh mengerikan!!!
Aku jadi teringat pada kisah seorang teman, maaf demi menjaga nama baiknya, nama dan alamatnya kami rahasian. Waktu itu Jakarta diguyur hujan lebat yang menyebabkan jalanan terendam air, maka tak heran bila mendapati ikan-ikan kecil berseliweran pada genangan air di jalanan. Ketika sedang bermain genangan air itulah, anak dari temanku yang nama dan alamatnya kami rahasiakan demi menjaga nama baiknya itu menangkap dan membawa pulang beberapa ikan kecil dan kura-kura hasil tangkapannya. Karena di rumahnya tak memiliki akuarium, anakan ikan yang ternyata lele itu diletakkan begitu saja di dalam genangang air closset, sedangkan kura-kuranya dibuang. Kenapa dibuang? Ini akan saya jelaskan nanti.
Entah disengaja atau tidak, ikan-ikan kecil itu terdorong oleh air bertekanan tinggi lalu masuk kedalam blackhole, terperangkap dalam ruang dan waktu hingga akhirnya terpuruk dalam ruang gelap bernama septic tank yang kebetulan merupakan surga makanan bagi sang ikan. Demi mempersingkat waktu tak perlulah kuceritakan apa yang terjadi pada ikan kecil hasil tangkapan dari anak temanku yang nama dan alamatnya kami rahasiakan demi menjaga nama baiknya itu karena tak ada yang tau kabar dan pengalaman hidup sang ikan. Bahkan dari semua penghuni rumah tak ada yang sempat bertegur sapa dengan si ikan sejak kejadian itu.
Waktu berlalu hari berganti, tak terasa 3 tahun berselang semenjak kejadian itu. Disuatu malam, anak dari temanku yang nama dan alamatnya kami rahasiakan demi menjaga nama baiknya itu berhasrat pengin buang hajat. Setelah beberapa saat nongkrong, dia pun mengurungkan kembali niatnya demi mendengan suara-suara aneh dari arah bawah singgasana jongkoknya. Usut punya usut, setelah dilakukan penyedotan oleh ahlinya, ditemukan sedikitnya 1,5 drum lele berukuran super berwarna agak kepucatan, mungkin ini disebabkan kekurangn cahaya matahari. Karena tak ada tetangga yang bersedia menjadikannya lauk, akhirnya ikan-ikan itu terpajang di pasar dengan harga yang benar-benar miring. Untung lele, bukan kura-kura, bisa jadi fenomena Kura-Kura Tinja nih seperti dalam serial kartun Teenage Mutant Ninja Turtles.
Lalu bayangkan seandainya disetiap rumah memelihara lele di septic tanknya, mungkin dalam beberapa tahun kedepan negeri kita ini telah menjadi pengekspor lele terbesar di dunia. Mungkin kalian akan bertanya-tanya, negara mana yang mau menerima, tapi tenang saja, ikan-ikan itu akan laku keras bila dijual di pasar-pasar negara Somalia, Zimbabwe, Malawi, Comoros, Congo, Barundi, ataupun Timor-Timur yang konon tersohor karena saking miskinnya. Dan bila diolah oleh ahlinya, bisa jadi harganya melampaui kopi dari kotoran luwak yang harga per kilonya mencapai £140-£700. And this is it lele asam manis ala chef Farah Quenn.
Sudah cukup ngelanturnya, mari kembali kebahasan awal. Dari sisi psikologi, teman-teman pasti setuju jika suatu masalah tidak akan selesai hanya dengan mendiamkannya. Semakin giat kita bertindak menuntaskan sedikit demi sedikit masalah yang membukit, maka ide akan terbit dan kreatifitas kita pun bangkit, berjalan lancar tanpa rasa sembelit. Mungkin itulah alasan mengapa saya lebih menyukai Sherlock Holmes dibanding Hercule Poirot. Sherlock Holmes lebih mengutamakan aktivitas lapangan dari pada Hercule Poirot yang memuja kursi malas dalam mengaktifkan sel abu-abunya.
Sebenarnya saya lebih menyukai hukum Newton III yang F.aksi = - F.reaksi dan Gravitasi, karena ini bisa dikaitkan dengan cinta dan rasa ketertarikan, mungkin suatu saat kubisa menuliskannya. Oke, kalau semua telah sepakat, mari kita satukan tekad, merubah nasib menjadi lebih baik lagi. Karena tak kan ada yang bisa merubah nasib kita selain kita sendiri. Merdeka...!!!
0 Response to "Kreatifitas Diambang Batas"
Posting Komentar